Transformational Leadership

Dalam beberapa dekade belakangan ini berkembang banyak sekali penelitian terhadap gaya kepemimpinan yang diistilahkan sebagai kepemimpinan visioner, karismatik, transformasional, inspirasional dan juga post-heroic (Van Engen dan Willemsen, 2001). Dikaitkan dengan transformasi organsisasi maka salah satu model yang dapat dipergunakan untuk memahami fenomena ini adalah Full-Range Model yang dikembangkan oleh Bass dan Avolio (Gustafson, 2001). Gaya kepemimpinan termasuk dalam faktor koalisi dominan yang berpengaruh penting dalam pembentukan dan pengembangan budaya perusahaan.



Konsep awal mengenai gaya kepemimpinan transformasional diformulasikan Burn yang kemudian dikembangkan oleh Bass. Menurut Bass (1993), kepemimpinan transformasional dapat dilihat dari konteks pengaruh atasan terhadap bawahannya. Sejauh mana seorang pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan transfonnasional dapat dilihat dari pengaruhnya terhadap pengikut.

Pemimpin transformasional mengubah dan memotivasi pengikut dengan cara membuat pengikutnya lebih menyadari pentingnya hasil kerja, meningkatkan minat pribadi bagi kemajuan organisasi atau tim, dan mendorong tercapainya kebutuhan pengikutnya pada tataran yang lebih tinggi.



Menurut Nahavandi (2000: 186), terdapat tiga ciri penting kepemimpinan transformasional, yaitu: karisma, pertimbangan yang diindividualisasikan (individualized consideration).

Ketiga ciri penting dari kepemimpinan transformasional tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:



a) Karisma

Keberhasilan kepemimpinan transformasional dipengaruhi oleh sejauh mana pandangan para pengikut atas karisma pemimpin. Pemimpin yang karismatik memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar. Para pengikutnya akan mengidentifikasikan dirinya dengan pemimpinnya dan memiliki kepercayaan serta keyakinan pada dirinya. Pemimpin yang karismatik memberikan inspirasi dan menstimulasi para pengikutnva dengan ide yang memungkinkannya mampu melakukan tugas dengan usaha yang luar biasa. Penelitian yang dilakukan Bass (1993) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan usaha yang dilakukan para anak buah antara dua kelompok yang dipimpin oleh pemimpin dengan gaya transformasional dan transaksional. Kelompok dengan gaya kepemimpinan transformasionai menunjukkan usaha yang lebih besar dibandingkan kelompok yang dipimpin dengan gaya transaksional. Pemimpin yang memiliki karisma meningkatkan kebanggaan, kepercayaan, dan penghargaan para pengikutnya.



b) Pertimbangan yang diindividualisasikan (individualed consideration)



Pemimpin transformasional mempertimbangkan dan memberikan perhatian secara individual kepada para pengikutnya. Perlakuan terhadap para pengikut dilakukan secara personal sesuai dengan kondisi masing-masing individu. Pemimpin tidak segan-segan memberikan saran dan bersedia melatih para pengikutnya.



c) Stimulasi intelektual

Pemimpin yang menstimulasi intelektual memiliki kemauan dan kemampuan menunjukkan beberapa cara baru kepada pengikutnya, melibatkan pengikut dalam pengambilan keputusan, dan memberikan kesempatan kepada anak buahnya untuk melihat, memikirkan, sertaa menyelesaikan berbagai persoalan yang ada dengan maksud agar terjadi pembelajaran pada anak buahnya



Bass (1985) mengembangkan teori kepemimpinan transformasional berdasarkan konsep transforming leaders yang dibangun oleh Burns (1978). Bass (1994, 1985) mendefinisikan pemimpin transformasional sebagai seseorang yang memotivasi para pengikutnya untuk melakukan lebih dari apa yang diharapkan pada awalnya dari mereka atau ‘motivating others to do more than they originally intended and often more than they thought possible’. Dalam kepemimpinan transformasional fokus kinerja bergeser dari memenuhi harapan ke melampaui harapan. Pemimpin transformasional berinteraksi dengan pengikutnya dalam suatu cara yang dapat menstimulasi pikiran mereka, menginspirasi kinerja mereka, dan untuk melakukan sesuatu melampaui harapan (Gustafson, 2001). Kepemimpinan transformasional dalam suatu organisasi membantu membentuk budaya dan sistem yang berkontribusi pada spiral peningkatan efektifitas yang terus memperkuat sendiri yang pada gilirannya memperkuat dan memperluas kapasitas kepemimpinan dalam organisasi (Gustafson, 2001).



Gaya kepemimpinan transformasional melampaui hubungan yang merupakan pertukaran kerja dan imbalan semata. Para pemimpin transformasional mempengaruhi perilaku pengikutnya melalui suatu proses yang memungkinkan pengikutnya untuk menginternalisasi nilai-nilai utama (key values) dan keyakinan yang spesifik untuk suatu organisasi. Perilaku pemimpin transformasional mendorong suatu sikap bawahan yang menunjukkan pemujaan (admiration), hormat (respect), dan kepercayaan terhadap pimpinan; motivasi dan komitmen terhadap visi dan tujuan bersama; pendekatan inovatif dan kreatif; pertumbuhan yang merefleksikan kebutuhan dan keinginan unik dari setiap pengikutnya.

Kadangkala kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan transformasional dipergunakan secara sinonim namun sampai pada akhirnya Bass (1985) serta Bass dan Avolio (1993) menjelaskan perbedaan antara keduanya dan menempatkan karisma sebagai komponen dari kepemimpinan transformasional (Lievens et al., 1997) yang tercermin dalam komponen inspiration, intellectual stimulation, dan individual consideration (Bass, Avolio, dan Atwater, 1996). Menurut Bass (1985) para pemimpin transformasional adalah karismatik dan inspirasional namun demikian Yukl (1999) mengemukakan bahwa mungkin terdapat beberapa perilaku yang tidak kompatibel antara pemimpin karismatik dan transformasional sehingga sulit bagi pemimpin yang sangat transformasional juga sekaligus karismatik pada saat yang bersamaan.



Para pemimpin yang menginspirasi dan membantu menciptakan budaya adaptif didefinisikan oleh Kotter dan Heskett (1992) memiliki kualitas dari pemimpin transformasional. Kotter dan Heskett (1992) mengidentifikasi bahwa para pemimpin yang berhasil adalah mereka yang secara menerus mengomunikasikan visi mereka, membolehkan orang untuk mengujinya dan merangsang manajer tingkat menengah (mid-level) untuk berani bertanggungjawab dan mengembangkan kepemimpinan mereka sendiri. Podsakoff et al. (1990) mendefinisikan sejumlah konstruk dari kepemimpinan transformasional yaitu: (a) mengidentifikasi dan mengartikulasikan suatu visi; (b) memberikan model atau contoh yang semestinya; dan (c) mempercepat tercapainya penerimaan suatu tujuan.



Sejak Weber (1864–1920) memperkenalkan gagasan mengenai karisma maka sejak itulah kepemimpinan karismatik berpengaruh kuat sekali dalam beberapa generasi ilmuwan sosial (Choi dan Yoon, 2005). Weber (1968) mendefinisikan karisma sebagai berikut:

“A certain quality of individual personality by virtue of which he is considered extraordinary and treated as endowed with supernatural, superhuman, or at least specifically exceptional powers or qualities.”



Dalam definisi tersebut Weber memberikan suatu kejelasan bahwa karisma ditentukan tidak hanya oleh profil pribadi dari seorang pemimpin, namun juga oleh respon dari para pengikutnya kepada para pemimpinnya dan kepercayaan pada para pemimpinnya (Choi dan Yoon, 2005). Seseorang tidak bisa dianggap sebagai pemimpin karismatik apabila para pengikutnya tidak mengakui kualitas luar biasa dari pemimpin terkait tersebut (Jermier, 1993; Bryman, 1993; Shamir, 1991; Etzioni, 1975).

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.